Rahim Pengganti

Bab 17 "Kekesalan Bian"



Bab 17 "Kekesalan Bian"

0"Ganti!!" perintah Bian.     

"Tapi Pak ...,"     

"Saya tidak mau tahu, kamu harus ganti, atau kamu yang saya pecat!!!"     

Setelah mengatakan hal itu, Bian segera pergi dari tempatnya. Hal tersebut membuat Ayu, terdiam melihat aura menyerahkan sang Boss membuat nyali Ayu ciut. Wanita itu segera meminta Pak Jajang untuk mengganti pesannya, dirinya masih ingin bekerja di Perusahaan tersebut.     

Caca hanya sibuk dengan ponselnya, entah apa yang dia buka. Hanya membuka dan menggeser layar saja, ruangan kantin ini sangat ramai namun, Caca merasakan kesepian. Gerak gerik yang dilakukan oleh Caca tak pernah lepas dari pengawasan Bian.     

"Loe ada apa sih dengan cewek itu?" tanya Elang. Sejak tadi Elang sudah memperhatikan, gerak gerik yang dilakukan oleh Bian. Pria itu sudah curiga sejak di dalam kantor sahabatnya itu. Tatapan mata Bian berbeda ketika menatap Carissa. Hal itu membuat, Elang dan juga Jodi saling menatap satu dengan lainnya.     

"Apaan!!" jawab Bian sewot. Mendengar jawaban yang tidak sesuai itu, semakin nmembuat Elang dan Jodi curiga. Keduanya saling menatap satu dengan lainnya.     

"Loe naksir kan sama itu cewek. Gue juga kalau jadi loe emang bakalan naksir sih, body aduhai banget. Cantik lagi, loe sih cepat banget nikah sama Della yang gak ad apa apa nya, mending sama sekretaris loe itu," sahut Jodi.     

Bian tidak menanggapi ucapan yang dilontarkan oleh Jodi, pria itu masih sibuk menatap ke arah Caca yang tingkahnya hari ini benar-benar membuat Bian kesal.     

***     

"Makasih ya Yu," ucap Caca ketika makanan yang dirinya pesan sudah dibawakan oleh Ayu.     

"Sama sama ya Mbak. Oh ya, itu kayaknya gak pedas mbak."     

"Loh kenapa? Kan tadi aku minta yang pedas yu," jawab Caca.     

"A-nu mbak. Anu, itu tadi hem," ucap Ayu terbata-bata, gadis itu bingung harus berkata seperti apa. Saat ini, Ayu bingung karena dari arah belakang terlihat Bian menatapnya dengan tatapan yang begitu tajam.     

"Anu apaan sih Yu? Kamu salah pesan," ucap Caca.     

Ayu menggelengkan kepalanya, lidahnya sangat keluh ketika ingin mengatakan hal tersebut, hingga Ayu terdiam dan menundukkan kepalanya.     

"Kalau kamu yang lupa. Gak masalah sih Yu, aku kan bisa minta sama Pak Jajang lagi cabainya, santai aja kali. Gak usah seperti itu," ujar Caca. Wanita itu berdiri dan ketika berbalik Caca terkejut dengan Bian yang ada di belakangnya.     

"Pak Bian butuh sesuatu?" tanya Caca. Wanita iti berusaha untuk selalu profesional meskipun, saat ini hatinya masih kesal jika melihat dan bertemu dengan Bian.     

"Saya yang meminta Ayu untuk tidak memesankannya, kamu tidak boleh makan yang terlalu pedas. Ingat itu," ucap Bian. Caca baru saja akan membuka kembali mulutnya namun, gagal ketika Bian kembali membuka suara. "Jangan coba coba untuk kembali memesan cabai, atau kamu akan dapat akibatnya dari saya."     

Setelah mengatakan hal itu, Bian segera pergi dari tempatnya. Tatapan mata Bian sangat dingin, setiap orang yang melihatnya hanya bisa terdiam tanpa berkata sedikit, pun helaan napas berat terdengar jelas. Caca kembali duduk di tempatnya, sedangkan Ayu menatap ke arah Caca dengan tatapan tidak enak.     

"Maaf ya Mbak," ucapnya dengan nada yang begitu menyesal.     

"Iya gak masalah kok. Tenang aja, udah ayo kita makan. Waktu makan siang udah mau habis, nanti kalau kita telat makannya itu bos killer bisa marah," ujar Caca.     

"Mbak gak marah, kan?" tanya Ayu. Wanita itu sungguh sangat takut, jika Caca marah padanya. Karena bagi Ayu, Caca adalah orang yang selalu ada di saat dia suka atau pun duka. Caca menggelengkan kepalanya, wanita itu tidak masalah dengan hal itu.     

Keduanya pun kembali melanjutkan makan siangnya, setelah selesai Caca kembali masuk ke dalam ruangannya, saat pintu ruangan Caca sedikit terbuka wanita itu terdiam sejenak. Apalagi seingatnya sebelum pergi, dirinya sudah menutup dengan baik namun, kenapa sekarang terbuka seperti itu.     

Dengan langkah hati-hati, Caca mulai masuk ke dalam ruangannya. Di dalam sana ternyat sudah ada Bian, entah kenapa suaminya itu duduk di sana.     

"Ada perlu apa Pak Bian?" tanya Caca.     

Bian mengangkat kepalanya, pria itu sedikit tidak suka dengan panggilan yang baru saja didengarnya. Apa lagi dengan raut wajah, Carissa yang terlihat sangat dingin dengan membuat Bian semakin kesal akan hal itu.     

Bukannya menjawab Bian menarik tangan Caca, membuat wanita itu terjatuh hingga terduduk dipangkuan dirinya.     

"Astaga pak," ucap Caca kaget.     

Keduanya saling menatap, satu dengan lainnya lalu terdiam tanpa ada sedikit suara pun yang berbunyi. Tanpa Caca ketahui, Bian sudah mencoba menekan tombol otomatis pintu ruangan Caca. Pria itu membuat ruangan Caca sedikit lebih redup seolah menadakan bahwa ruangan itu tidak memiliki penghuninya.     

Caca yang tidak nyaman dengan kondisi saat ini mencoba bergerak namun, tidak bisa karena Bian seketika langsung memeluk istrinya itu dengan begitu berat.     

"Lepaskan Mas," ucapnya.     

"Kenapa. Apa aku tidak bisa seperti ini dengan istriku sendiri?" ujar Bian. Mendengar kata istri membuat Caca merinding, Bian tidak pantas mengucapkan kata seperti itu, dan terlihat aneh menurut Caca.     

"Udah deh, Mas ini kantor. Jadi tolong jangan seperti ini," ucapnya dengan lantang menatap ke arah Bian, melihat hal itu semakin membuat Bian gemas dan segera meraup bibir istrinya itu.     

Caca kaget dengan apa yang sudah dilakukan oleh sang suami. Wanita itu sedikit berontak namun, tidak bisa Bian memperdalam ciumannya mengigit bibir bawah milik Caca sehingga dirinya bisa bermain lidah di sana. Caca akhirnya pasrah, dirinya terbuai dengan perlakuaan sang suami, melihat sang istri membalas ciumannya. Bian tersenyum licik, pria itu mulai meraba bagian baju istrinya, membuka kancing demi kancing yang digunakan oleh istrinya itu.     

Ciuaman itu semakin menuntut, bukan hanya Bian namun, Caca juga mengharapkan hal lain. Bibir Bian turun menuju leher, menciptakan banyak tanda di sana, hingga Bian juga bermain main di dada Caca.     

Caca memejamkan matanya, karena menikamti setiap permainan mulut yang dilakukan oleh sang suami. Bian menyusu dikedua bukit kembar milik Caca seperti anak bayi yang sangat kelaparan, melihat suaminya seperti itu Caca tersenyum sembari mengusap rambut Bian.     

***     

Desahan demi desahan keluar dari mulut Caca, wanita itu tidak bisa menahan lagi permainan yang keduanya lakukan. Untunglah, ruangan Caca kedap suara sehingga membuat orang orang diluar sana tidak bisa mendengar bergulatan sepasang suami istri di dalam sana.     

Dering ponsel Caca berbunyi, wanita itu menatap ke arah sang suami yang masih dengan kegiatannya. Menghisap dan bermain di kedua bukit kembar milik Caca.     

"Mashhh, Mama nelpon," ucapnya dengan suara menahan nikmat.     

"Anghkkat aja," balas Bian.     

Caca mulai mengangkat telpon tersebut, wanita itu mencoba menahan desahan yang akan keluar akibat permainan yang dilakukan oleh suaminya.     

"Iyaaahh mah nanti, Caca sampaikan," ucap Caca.     

"Oke Sayang. Tapi kenapa dengan suara kamu, sedikit berubahal."     

"Argh, tidak Ma. Mungkin karena Caca tari minum es jadi sedikit flu," balasnya.     

Mama Ratih sepertinya mengerti dengan situasi akhinya menutuo telpon tersebut, keduanya kembali melanjutkan permainan panas di dalam sana. Caca tidak pernah menyangka, jika hal tersebut bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja sepeti saat ini Bian duduk di sofa dan dirinya ada dipangkuan sang suami.     

###     

Selamat membaca yaa, ingat cerita ini mengandung 21+ jadi bijaklah dlaam membaca okaay. Love you guys, sehat terus buat kalian semuanya. Muchhh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.